BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »

cerpen (ceritanya aku bisa jadian ma dia)


Seperti hari-hari biasanya ku jalani hari ini sendiri, hmmm ya, memang aku yang dipanggil Alfin tidak sendiri. Ada orang tua yang selalu mendukungku walau lebih sering menentangku. Dan juga masih ada sahabat-sahabatku yang tersebar di setiap lingkunganku,di sekolah dan di rumah. Memang komplek rasanya apabila menyebut tentang sahabat. Mereka terkadang menyakitkan tetapi lebih sering menyenangkan. Dan aku adalah sahabat yang memiliki kedua kriteria tersebut. Aku punya banyak sahabat di sekolah. Tapi, yang paling dekat denganku ada 4 orang yaitu Aji, Sinyo, Haris dan Farel. Kami menyebut geng kami dengan nama ‘WILD COCK’. Ya, cukup sudah dengan basa-basi, karena yang menjadi masalahku bukan mereka, tapi dengan sahabatku di rumah. Aku punya 2 sahabat di rumah, mereka adalah Rheza dan Jemmy yang sudah bersahabat denganku sejak kami masih SD, jauh lebih lama ketimbang Wild Cock yang masih berusia satu tahun.
Pada suatu hari pada Bulan Romadhon, seperti biasa aku dan Rheza menjemput Jemmy untuk pergi Sholat Teraweh bersama. Judulnya memang Sholat, tapi sebenarnya di Masjid kami hanya bercanda dan ngobrol. “Jemmyyyyyy!!” serentak kami berdua memanggilnya supaya keluar. Namun yang keluar adalah Pak Joko, bapak dari Jemy. “Wah, Jemmy sedang keluar mas, tapi mungkin sebentar lagi pulang.” Ucap Pak Joko sesaat setelah membuka pintu. Lalu aku bertanya,”Jemmy kemana Pak Joko?” . “Ke acara ulang tahunan temennya,” jawab beliau langsung.
“oh, ya sudah pak, kami tunggu saja si Jemmy”, Rheza lalu menanggapi.
“iya mas silahkan masuk dulu kalo gitu,” Pak Joko kemudian mempersilahkan kami berdua masuk untuk menunggu Jemmy pulang. Sekitar lima belas menit kemudian Jemmy datang. “eh sory ya, aku barusan keluar,” ucap Jemmy serentak saat dia turun dari motor. Belum sempat kami menjawab dia langsung berkata, “bentar ya, aku ganti baju dulu, mau teraweh kan?”. Kami berdua saling pandang dan berkata, “Oyi!”.
Karena waktu masih menunjukkan pukul 6.15, kami tak langsung berangkat. Lantas kami duduk menikmati puasnya setelah berbuka puasa di depan rumah Jemy.
“Jem, dari ulang tahunan sapa?” tanyaku penasaran.
“beh, aku abis dari ultahannya Anis, aku nganterin dia pulang juga, hhehe,” jawabnya dengn hidung kembang kempis. Tampak kalau dia bangga. Memang Anis dan Jemmy sedang dekat, mereka teman dari kecil, Anis juga satu perumahan dengan kami. Rumahku di jalan Melon 1, Rheza dan Jemmy di Melon 2, sedangkan Anis sendiri di Melon 3. Namun aku yang satu perumahan dengan Anis, tidak pernah melihat wajahnya, aku sama sekali tak tahu yang mana namanya Anis. Mungkin karena aku memang jarang keluar.
“Kamu dah jadian sama Anis jem?” Rheza melanjutkan pertanyaan.
“Belum seh, tunggu aja, bentar lagi pasti kita jadian.” Jawab jemmy yakin.
Lalu kami berbincang-bincang sekitar selama 15 menit, tiba-tiba Rheza memberi tahu bahwa Anis lewat. Dia juga akan Sholat Teraweh di masjid.
“ssst ssst ssst, itu anis.” Kata Rheza berbisik.
“Iya.” Jawab Jemmy singkat. Aku dan Rheza menggodai Anis dan Jemmy yang tak saling sapa. Setelah itu penasaranku terjawab, dia manis, putih dan anggun dengan baju muslimnya. Dia berdua dengan temannya, Diah, yang juga adalah adik kelasku. Mungkin aku terpesona terhadap Anis, tapi bukan berarti aku suka ke dia, melainkan karena penasaranku terjawab. Kali ini yang menjadi pertanyaanku, seperti apa sifatnya. Mungkin kalau dipikir-pikir, sikapku seperti itu memang menandakan aku suka ke Anis, tetapi saat itu di benakku tak ada rasa suka ke dia, selain itu aku juga sadar bahwa Jemmy adalah sahabatku.
Kemudian kami bertiga berangkat juga, tepat di belakang Anis dan Diah. Mungkin lebih tepatnya kami mengikuti mereka. Kami bertiga saling bercerita dengan suara yang sengaja dikeras-keraskan untuk menarik perhatian Anis. Namun dia pura-pura tak mendengar. Dari sikapnya saat bertemu Jemy, dia tidak seperti baru saja kencan dengannya, bahkan mereka seakan-akan terlihat tidak saling kenal. Entah karena malu, atau memang mereka dingin seperti itu. Itu yang membuatku tak percaya cerita Jemmy. Setelah itu kami tak pernah membahas Anis lagi.
***
2 bulan telah berlalu, sekarang bulan Oktober. Suatu sore aku membuka laptop, seperti biasa aku facebookan, aku chatingan dengan Jemmy yang sekarang sudah berstatus mantannya Anis. Dia memang benar, dia dan Anis akan Jadian. Tetapi usia pacaran mereka hanya 5 hari, aku turut sedih. Sekarang Anis kembali berpacaran dengan pacar lamanya sebelum bersama Jemmy. Jemmy dan pacar Anis berantem di facebook, mereka saling umpat dan saling nantang. Aku yang adalah sahabat Jemmy tentu saja membelanya. Aku juga mengomentari statusnya. Lalu aku mulai berteman dengan Anis setelah kejadian itu. Aku yang memulai mengajaknya kenalan lewat situs jejaring sosial Facebook. Kami saling chating lewat Facebook.
“kamu mantane Jemmy ya?” tanyaku lewat chating setelah kenalan dengannya.
“iya, mas anak melon 1 ya? Kita rumahe deket tapi baru kenal. Hhehee,” jawabnya bercanda.
Semenjak itu kami mulai dekat, tapi hanya sebatas teman chating, aku juga pada saat itu berpikiran untuk mempersatukan lagi Anis dan Jemmy, jujur aku tidak suka dengan pacar Anis yang sekarang walaupun aku tidfak tahu anak itu, entah kenapa.
Suatu hari aku dan Anis chatingan lagi, kita selalu ngobrol apabila kebetulan bertemu di facebook. Tapi kupikir-pikir, kalau dia sedang online, kita selalu bertemu. Dia meminta nomer HP-ku. Tentu saja aku berikan, padahal aku termasuk tipe cowok yang jual mahal, tidak pernah ngasih nomer HP ke cewek lain. Tapi entah mengapa, seperti dihipnotis aku langsung memberinya nomer HP-ku.
“anak ini pasti ngenet di warnetnya Pak Karim.” Pikirku. Aku tahu karena memang warnet Pak Karim adalah satu-satunya di perumahanku. Tanpa banyak bacot, aku mematikan laptopku dan bergegas ke sana dengan alasan membayar tagihan internet, padahal tak kupungkiri alasanku ke sana supaya bisa bertemu Anis. ‘Apa aku suka ke dia?’ itu yang ada di benakku saat itu.
Beberapa saat kemudian aku tiba di warnet Vixas milik Pak Karim. Aku masuk, dan benar saja, kepala mungil terlihat di balik komputer, tentu itu Anis, karena dia satu-satunya orang yang sedang ngenet di situ. Namun wajah Anis tak nampak, aku meliriknya sedikit. Aku pura-pura tak melihatnya, jelas sekali kalau dia sedang memandangiku.
“Pak karim, saya mau mbayar internet.” Kataku pada Pak Karim.
“Oh iya mas Alfin, monggo.” Jawab Pak Karim ramah.
Setelah membayar aku keluar lewat di hadapan Anis, namun lagi-lagi aku pura-pura tak melihatnya, memang dia seperti bersembunyi di balik komputer, padahal tidak. Itu dikarenakan komputernya memang berukuran besar, jadi dia tak begitu kelihatan. Tapi perasaanku mengatakan, itu Anis. Aku tak langsung pulang, aku mampir ke kedai mi untuk membelikan mi pesanan ibuku. Sambil menunggu mi matang, aku sms Anis. ”Dek, maaf ya, aku off mendadak, soalnya aku keluar.” Begitu smsku ke Anis. Jawabnya, “gpp kok mas, mas barusan ke Pak Karim ya?”. Kemudian aku tersenyum, langsung saja sms itu kubalas, namun aku pura-pura tidak mengetahui bahwa dia ada disana. “ Iya dek, kenapa? Kamu ada di sana ta? Kok nggak nyapa? Hhehee,” aku menggodanya. Tak lama menunggu, balasannya langsung masuk, “hhehe, malu aku mas.” Begitu bunyinya.
Semenjak itu kami jadi sering smsan, saling curhat dan cerita-cerita. Suatu hari dia berkata,”mas tanyakan ke Jemmy, dia masih nunggu aku ta?”, lalu aku menjawab, “oke dek, beres, eh, nggak usah manggil mas lah, panggil alfin aja gak apa apa kok, hhehee. Dek, pulang sekolah kadang aku maen ke rumah temenku di deket sekolahmu, kapan-kapan pulang bareng yuk?”entah tiba-tiba aku mengajaknya pulang bareng????! Itu semakin meyakinkanku bahwa aku suka dia. Padahal aku sadar betul Jemmy adalah sahabatku. “hmmm, iya dah mas, hhehe.” Lagi lagi aku tersenyum, aku menggodanya lagi, “Pacarmu nggak marah ta?” kataku. “ndak kira kok, orang aku udah putus sama pacarku.” Kali ini setelah mendengar jawaban itu, aku tersenyum penuh arti. Namun aku sendiri tak tahu apa arti senyumanku. Sebenarnya aku mengajaknya pulang bareng gara-gara rasa penasaranku kepadanya, aku ingin tahu seperti apa dia. Dalam benakku mungkin saja aku nembak dia setelah merasa dia cocok denganku.
Malam hari setelah aku mengajak Anis pulang bareng kami masih smsan, aku smsan dengannya sambil membuka laptop karena aku sedang facebookan, aku terkejut setengah modar melihat statusnya yang kemaren-kemaren masih lajang sekarang sudah berpacaran. Aku langsung saja tanpa pikir panjang langsung menakannya.
“Nis, kamu udah punya cowok ta?! Sapa?!” tanyaku kepadanya, dari tulisanku tertera jelas bahwa aku serius. Mungkin saja aku cemburu.
“hmm, ndak kok, aku cuma iseng aja ganti status. Hhehehe. Kenapa?” dia bertanya kepadaku, pertanyaannya mengandung makna ‘kamu cemburu ta?’. Dia berhasil menjebakku, namun aku tak mengaku.
“ow, ngak apa apa kok, cuma nanya aja.” Elakku.
Setelah itu kami berdua tidur, karena memang waktu sudah tak bersahabat lagi untuk kami smsan. Jadi kami sepakat untuk melanjutkan kegiatan smsan kami keesokan hari saja.
“nis, aku ngntuk, aku tidur dulu ya, malem.. mimpi indah ya.. mmmuahh” begitu pesanku  sebelum tidur padanya yang sewajarnya dikirimkan dari orang yang saling sayang atau sudah pacaran.
“iya dah, aku juga ngantuk, mlem juga.. mmmmmuahh.” Dia membalas ciuman portableku, walau hanya lewat sms, aku senang bukan maen. Namun senangku berakhir dengan terpejamnya mataku.
Keesokan paginya, tepatnya tanggal 18 Januari 2010, aku membuka mata dan merasakan awal yang beda. “Hari ini cerah.” Begitu pikirku. Entah apa yang akan terjadi padaku, tapi aku senang sekali hari ini. Tapi aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku, entah kesenangan, atau kesedihan. Yang jelas aku tak punya pilihan, aku harus menjalani hari ini. Sekolah kujalani dengan biasa-biasa saja.
Lalu sorenya tepatnya kurang lebih pukul 5 sore aku smsan lagi dengan Anis, kita terus smsan sampai malam, sambil kami belajar.
“aku udah balikan sama pacarku, aku kasihan sama dia.” Ucapannya seakan-akan membuatku mengerti kenapa hari ini berbeda. Aku merasa bodoh, merasa dihianati, tapi sebenarnya dia tak menganatiku karena kami memang belum jadian. Tapi akulah yang telah menghianati sahabatku sendiri, Jemmy. Sudah jelas bahwa dia masih menunggu Anis, tetapi jelas juga bahwa Anis tak mau ditunggu oleh Jemmy. Jemmy pernah berkata padaku saat aku menyampaikan pesan Anis padanya yang menanyakan apa Jemmy akan terus menunnggu Anis, Jemmy menjawab bahwa dia akan menunggu Anis sampai mati. Tapi aku tidak menyampaikannya pada Anis, karena sebetulnya aku memang tak ingin dia balikan lagi dengan Jemmy, aku tak memungkirinya sekarang. Aku suka Anis, aku cinta Anis, aku sayang Anis.
Namun semua ingatanku tentang itu hancur sudah, tapi aku tetap smsan dengan anis. Dia juga curhat padaku.
“Fin, aku sekarang lagi bingung. Uh..” Keluhnya.
“kok bingun nis? Bukannya seneng habis balikan sama pacare.” Jawabku menggoda.
“bukane gitu, aku balikan ma dia itu karena aku kasihan sama dia yang bilang mau mati. Aku bingung, sekarang aku emang balikan sama dia, tapi aku juga sedang sayang ke orang lain.” Jawabnya yang juga sedikit menghiburku. Namun aku menjadi lebih gelisah saat tahu dia sayang ke orang lain. Aku cemburu.
“hmmm, emang kamu sekarang juga sayang ke siapa?” tanyaku kepadanya. Aku benar-benar gelisah, aku ingin tahu sebenarnya dia suka ke siapa. Dalam pikiranku sekarang sedang menerka nerka. Dan kandidat utama di pikiranku adalah Jemmy.
Lama aku menunggu, tapi balasannya tak kunjung menggetarkan HP-ku. Lama aku menunggu sampai aku ketiduran. Aku tetap gelisah saat tidur, akutak bisa nyenyak. 1 jam sekali aku terbangun, membuka HP untuk melihat, apa smsnya sudah masuk, ternyata tidak.
Tepat pukul 3 pagi, aku terbangun untuk kesekian kalinya, alangkah senang bercampur berdebar hatiku saat smsnya masuk. Aku tak sanggup melihat jawabannya. Namun saat kubuka, aku terkejut setengah hidup.
“kamu, maaf ya, aku sayang kamu. Jangan marah ya.” Aku ingin melompat setelah membaca sms itu, tapi tak bisa. Aku langsung akan membalas smsnya, namun aku bingun akan menjawab apa. Hatiku dilema, aku berpikir. “Aku suka dia, ini kesempatan besar buatku, sikat saja dia!” salah satu bagian hatiku seperti berbicara padaku seperti itu. “heh! Kau ini sahabatnya Jemmy! Dan Anis adalah wanita yang dikejar-kejar oleh Jemmy! Lagi pula kau tak tahu seperti apa dia.” Belahan hatiku bagian lain berkata seperti itu. Aku menjadi sangat bingung, aku tak bisa tidur lagi setelah itu.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 19 Januari 2010, di dalam kelas aku sudah bertekat akan menjawab sms Anis. Saat itu pelajaran kesenian, aku sudah tahu bahwa Pak Wardi guru kesenianku sangat tidak suka muridnya tidak memperhatikan beliau. Tapi aku mengacuhkannya, sangking bingungnya aku.
“maaf ya tadi pagi aku nggak bales, soalnya aku takut ganggu tidurmu, hmm, gpp kok nis, ngapain aku marah? Kamu beneran sayang aku ta? Kenapa?” aku tak mengucapkan apa-apa, hanya menegaskan pertanyaanku.
“iya fin, aku sayang kamu. Nggak tau kenapa, aku tau kamu pasti nggak sayang aku, maafin aku ya.” Jawabnya merendah.
“hmm, nggak kok, aku juga sayang kamu. Sebenernya dari dulu, Cuma aku takut. Mau nggak kamu jadi pacarku?” oh tuhan, aku nembak dia. Atau dia yang nembak aku? Aku sudah nggak mikirin siapa-siapa lagi, yang kupikirkan saat itu hanya Anis.
Dan ternyata dia mau jadi pacarku, dia mutusin pacarnya yang sebenarnya hanya karena kasihan Anis mau balikan sama dia.
Aku seneng banget hari itu. Aku belum pernah bertemu langsung dengan Anis, ngobrol, keluar. Tapi dia udah jadi milikku. Seneng, takut, menyesal campur jadi satu, namun tak bisa aku pungkiri, aku gembira banget. Aku seneng aku bisa pacaran sama Anis sebelum aku nembak dia, aku takut dia nggak seperti yang kuharapkan, aku menyesal menghianati dua orang yang salah satunya adalah sahabatku sendiri. Tapi apa aku menghianati mereka? Aku hanya memupuskan harapan mereka, karena sebenarnya Anis sama sekali tak pernah mau balikan sama Jemmy dan pacarnya yang sekarang, dia hanya kasihan. Untuk pacarnya aku sama sekali tak peduli, aku tidak suka dengannya, yang kupikirkan sekarang adalah Jemmy, sahabatku.
Aku sudah merebut Anis dari dia. Tapi apa boleh buat, kami sama-sama cinta. Dan cinta tak kenal mengalah. Apabila kita mengalah dalam hal cinta, kitalah yang akan sakit di bawah kesenangan orang lain. Dan dalam kasus ini, akulah orang lain tersebut.
Hubunganku dengan Anis terus berlanjut, lama sekali. Sampai Jemmy pun juga sudah tau tentang hubungan kita. Orang tuaku pun juga sudah tau kalau aku pacaran dengannya. Aku juga sering mein ke rumahnya, kami belajar bersama. Aku semakin akrab dengan kungnya. Mungkin inikah ‘menari di atas penderitaan orang lain?’. Sahabat?

aku

aku
drummer MUSE 2020

MUSE

MUSE
bAnd ke-200Q